Kamis, 09 Februari 2012

budaya demokrasi



BAB I : PENDAHULUAN

PENGERTIAN DEMOKRASI
Kata Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yaitu demos  yang berarti rakyat, dan kratos yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. Abraham Lincoln mengatakan bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dimana dalam pemerintahan demokrasi,  kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan rakyat. Namun, rakyat akan mewakilkan kepada wakil-wakil rakyat segala sesuatu mengenai aspirasi, tuntutan, dukungan rakyat terhadap pemerintah, sehingga dalam praktiknya disebut demokrasi perwakilan atau demokrasi tidak langsung.
 Setelah Perang Dunia ke-II, secara formal demokrasi merupakan dasar dari kebanyakan negara di dunia. Di antara semakin banyak aliran pemikiran yang menamakan dirinya sebagai demokrasi, ada dua aliran penting, yaitu demokrasi konstitusional dan kelompok yang mengatasnamakan dirinya “demokrasi”  namun pada dasarnya menyandarkan dirinya pada komunisme. Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, masih dalam taraf perkembangan. Dan mengenai sifat dan cirinya masih terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Sesuai dengan pandangan hidup dan dasar negara, pelaksanaan demokrasi di Indonesia mengacu pada Landasan Idiil yaitu Pancasila dan Landasan Konstitusional yakni UUD 1945. Namun, dalam upaya mewujudkan negara demokratis Negara Indonesia pun mengalami pasang surut. Adapun pelaksanaan demokrasi di Indonesia dibagi dalam (3) masa, yaitu Masa Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi.
Dalam mewujudkan perilaku budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Indonesia diharapkan mampu mendukung proses demokratisasi serta berperilaku yang mencerminkan budaya demokrasi, seperti sikap terbuka, kritis terhadap informasi yang ada, tidak mudah terprovokasi, memiliki sikap toleransi yang tinggi dan lainnya.






BAB II :
PELAKSANAAN DEMOKRASI DI INDONESIA
Negara Indonesia merupakan negara yang masih berusaha membangun dan mengembangkan demokratisasi sejak meraih kemerdekaan tahun 1945. Namun tentu saja upaya tersebut membutuhkan perbaikan di berbagai bidang. Oleh karenanya, upaya demokratisasi tidak hanya berkaitan dengan sistem pemerintahan atau kenegaraan, tetapi juga budaya, hukum, serta perangkat lain yang mendukung tumbuhnya masyarakat madani.
            Sejak awal kemerdekaan negara Indonesia, telah berupaya mengembangkan budaya demokrasi yang ideal, yakni sistem pemerintahan yang mendahulukan kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Namun, dalam upaya mewujudkannya negara Indonesia mengalami pasang surut. Terbukti dengan adanya (3) masa dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia, yaitu masa orde lama, orde baru dan reformasi.
1)      Pelaksanaan Demokrasi pada Masa Orde Lama
Pada masa ini pelaksanaan demokrasi dibagi menjadi (2) masa yaitu :
a)     Masa Demokrasi Liberal (1950-1959)
Pada tahun 1950, Negara Kesatuan Republik Indonesia mempergunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) atau juga disebut Undang-Undang Dasar 1950. Berdasarkan UUD tersebut pemerintahan yang dilakukan oleh kabinet sifatnya parlementer, artinya kabinet bertanggung jawab pada parlemen. Jatuh bangunnya suatu kabinet bergantung pada dukungan anggota parlemen. Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet. Hal ini disebabkan karena jumlah partai politik yang cukup banyak. Presiden hanya menunjuk seseorang (umumnya ketua partai) untuk membentuk kabinet, kemudian setelah berhasil pembentukannya, maka kabinet dilantik oleh Presiden. Suatu kabinet dapat berfungsi bila memperoleh kepercayaan dari parlemen, dengan kata lain ia memperoleh mosi percaya. Sebaliknya, apabila ada sekelompok anggota parlemen kurang setuju ia akan mengajukan mosi tidak percaya yang dapat berakibat krisis kabinet. Selama sepuluh tahun (1950-1959) ada tujuh kabinet, sehingga rata-rata satu kabinet hanya berumur satu setengah tahun. Kabinet-kabinet pada masa Demokrasi Parlementer adalah :
1.       Kabinet Natsir (7 September 1950-21 Maret 1951)
2.      Kabinet Soekiman (27 April 1951-23 Februari 1952)
3.      Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
4.      Kabinet Ali-Wongso ( 1 Agustus 1953-24 Juli 1955 )
5.      Kabinet Burhanudin Harahap
6.      Kabinet Ali II (24 Maret 1957)
7.      Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959 )
Adapun cara kerja sistem pemerintahan parlementer sebagai berikut.
·         Kekuasaan legislatif dipegang oleh DPR melalui pemilu multipartai,
·         Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh kabinet/dewan menteri yang dipimpin oleh seorang Perdana Menteri,
·         Presiden berperan sebagai kepala negara bukan kepala pemerintahan,
·         Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh badan pengadilan yang bebas,
·         DPR dapat memberikan mosi tidak percaya pada menteri yang kinerjanya dinilai kurang/tidak baik,
·         Bila kabinet bubar, presiden akan menunjuk formatur kabinet untuk menyusun kabinet baru,
·         Bila DPR mengajukan mosi tidak percaya pada kabinet baru, maka DPR akan dibubarkan dan diadakan pemilu.
Namun dalam pelaksanaannya, kabinet mengalami pasang surut, sehingga terjadilah instabilitas politik yang mencakup berbagai aspek kehidupan, meliputi politik, ekonomi maupun pertahanan keamanan. Adapun kegagalan tersebut disebabkan beberapa hal berikut.
·         Dominannya partai politik,
·         Landasan sosial ekonomi yang masih rendah,
·         Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti UUDS 1950
Maka, dikeluarkanlah dekret Presiden pada tanggal 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno yang isinya yaitu :
Ø  Pembubaran Konstituante,
Ø  Berlakunya kembali UUD 1945, dan
Ø  Dibentuk lembaga MPRS dan DPAS.

b)     Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966)
Masa demokrasi terpimpin mulai diterapkan setelah dekret 5 Juli 1959 yang telah dikeluarkan oleh Presiden Soekarno. Kegagalan yang terjadi pada masa demokrasi liberal memunculkan ide demokrasi terpimpin. Pada masa ini, bentuk negara kita adalah kesatuan, bentuk pemerintahan adalah republik, dan sistem pemerintahannya adalah demokrasi. Demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang merupakan demokrasi kekeluargaan tanpa anarkisme, libralisme, otokrasi, dan diktator serta berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong antara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner berporoskan nasakom.
Adapun ciri-ciri demokrasi terpimpin yaitu :
·         Dominasi Presiden, dimana Presiden Soekarno berperan besar dalam penyelenggaraan pemerintahan,
·         Terbatasnya peran partai politik,
·         Berkembangnya pengaruh PKI,
·         Meluasnya peran militer sebagai unsur sosial politik.
Namun, dalam pelaksanaannya ternyata demokrasi terpimpin pun banyak mengalami penyimpangan, antara lain :
·         Pelanggaran prinsip “kebebasan kekuasaan kehakiman” hal ini terbukti dengan adanya UU No. 19 Tahun 1964 yang menentukan bahwa “ demi kepentingan revolusi, Presiden berhak untuk mencampuri proses peradilan” yang bertentangan dengan UUD 1945,
·         Terjadinya pengekangan Hak Asasi warga negara di bidang politik, seperti berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat,
·         Presiden banyak membuat penetapan yang melampaui batas kewenangannya, seperti dalam pembentukan UU harus disetujui dahulu oleh DPR, ternyata hanya diatur oleh Presiden sendiri dalam bentuk penetapan Presiden,
·         Pembentukan lembaga negara ekstrakonstitusional, dimana Presiden membentuk lembaga diluar aturan UUD 1945, seperti front nasional yang dimanfaatkan oleh pihak komunis sebagai ajang persiapan pembentukan negara komunis Indonesia.
Akhirnya terjadilah peristiwa G 30 S pada tahun 1965 oleh PKI yang bertujuan untuk mengambil alih kekuasaan. Pemberontakan ini tentu mengacaukan stabilitas politik, sehingga banyak bermunculan tuntutan untuk membubarkan PKI khususnya dari pihak mahasiswa. Tuntutan itu dikenal dengan sebutan Tritura (tiga tuntutan rakyat) yang meliputi :
1.        pembubaran PKI,
2.       pembubaran kabinet dari unsur-unsur G 30 S/PKI, dan
3.       penurunan harga.
Untuk menstabilkan situasi politik pada waktu itu, maka Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah kepada Jendral Soeharto, tepatnya tanggal 11 Maret 1966, sehingga dikenal dengan sebutan Supersemar. Kemudian kekuasaan politik dipegang oleh Jendral Soeharto sampai Beliau dianggat sebagai Presiden.
2)   Pelaksanaan Demokrasi Pada Masa Orde Baru
Dengan dilantiknya Jenderal Soeharto sebagai Presiden yang kedua (1967-1998), Indonesia memasuki masa Orde Baru. Selama pemerintahan Orde Baru, stabilitas politik nasional dapat terjaga. Lamanya pemerintahan Presiden Soeharto disebabkan oleh beberapa faktor berikut.
·         Presiden Soeharto mampu menjalin kerja sama dengan golongan militer dan cendekiawan.
·          Adanya kebijaksanaan pemerintah untuk memenangkan Golongan Karya (Golkar) dalam setiap pemilu.
·         Adanya penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) sebagai gerakan budaya yang ditujukan untuk membentuk manusia Pancasila, yang kemudian dikuatkan dengan ketetapan MPR No II/MPR/1978.
Untuk mewujudkan kehidupan rakyat yang demokratis, maka diselenggarakan pemilihan umum. Pemilu pertama pada masa pemerintahan Orde Baru dilaksanakan tahun 1971, dan diikuti oleh sembilan partai politik dan satu Golongan karya. Sembilan partai peserta pemilu tahun 1971 tersebut adalah Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Murba, Nahdlatul Ulama (NU), Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islam (PI Perti), Partai Katolik, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Organisasi golongan karya yang dapat ikut serta dalam pemilu adalah Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar). Sejak pemilu tahun 1971 sampai tahun 1997, kemenangan dalam pemilu selalu diraih oleh Golkar. Hal ini disebabkan Golongan Karya mendapat dukungan dari kaum cendekiawan dan ABRI. Untuk memperkuat kedudukan Golkar sebagai motor penggerak Orde Baru dan untuk melanggengkan kekuasaan maka pada tahun 1973 diadakan fusi partai-partai politik. Fusi partai dilaksanakan dalam dua tahap berikut.
Ø  Tanggal 5 Januari 1963 kelompok NU, Parmusi, PSII, dan Perti menggabungkan diri menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Ø  Tanggal 10 Januari 1963, kelompok Partai Katolik, Perkindo, PNI, dan IPKI menggabungkan diri menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Di samping membina stabilitas politik dalam negeri, pemerintah Orde Baru juga mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri. Berikut ini upaya-upaya pembaharuan dalam politik luar negeri.
a.        Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB,
b.       Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC),
c.        Normalisasi hubungan dengan Malaysia, dan
d.       Berperan dalam Pembentukan ASEAN.
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu meninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai “Pahlawan Reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.


3)   Pelaksanaan Demokrasi Pada Masa Orde Reformasi
Ketika Habibie mengganti Soeharto sebagai presiden tanggal 21 Mei 1998, ada lima isu terbesar yang harus dihadapinya, yaitu:
a)     Masa depan reformasi,
b)     Masa depan ABRI,
c)      Masa depan daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Indonesia,
d)     Masa depan soeharto, keluarganya, kekayaannya dan kroni-kroninya,
e)     Masa depan perekonomian dan kesejahteraan rakyat.
Berikut ini beberapa kebijakan yang berhasil dikeluarkan B.J. Habibie dalam rangka menanggapi tuntutan reformasi dari masyarakat.
·         Kebijakan dalam bidang politik.
Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima paket undang-undang masa Orde Baru dengan tiga undang-undang politik yang lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut.
ü  UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik.
ü  UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum.
ü  UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan DPR/MPR.
·         Kebijakan dalam bidang ekonomi.
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
·         Kebebasan menyampaikan pendapat dan pers.
Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).
·         Pelaksanaan Pemilu.
Pada masa pemerintahan Habibie, berhasil diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Keberhasilan lain masa pemerintahan Habibie adalah penyelesaian masalah Timor Timur. Usaha Fretilin yang memisahkan diri dari Indonesia mendapat respon. Pemerintah Habibie mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur. Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 di bawah pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste dengan presidennya yang pertama Xanana Gusmao dari Partai Fretilin.

Perkembangan demokrasi mulai terlihat ketika diselenggarakan pemilu yang dilaksanakan secara langsung yang memilih Presiden SBY dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Perubahan yang bisa dilihat pada masa pemerintahan ini adalah kebebasan media pers. Pers yang dulu dibatasi untuk meliput dan penyampaian info kepada masyarakat, kini diberi keleluasaan lebih bahkan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan politik. Selain itu, juga digalakkan program-program yang bertujuan mewujudkan ketertiban dan kesejahteraan masyarakat, seperti razia narkoba, minuman keras dan tempat-tempat hiburan. Bahkan tidak segan-segan dilakukan pengusutan secara tuntas terhadap pelaku KKN yang banyak dilakukan oleh pejabat. Dan yang sangat membanggakan adalah tanggal 14 Agustus Tahun 2005 telah tercapai rekonsiliasi antara RI dan GAM.





BAB III :
PERILAKU BUDAYA DEMOKRASI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Rumusan sila ke-4 Pancasila sebagai dasar filsafat Negara dan dasar politik Negara yang di dalamnya terkandung unsur kerakyatan, permusyawaratan, dan kedaulatan rakayat merupakan cita-cita kefilsafatan dari Demokrasi Pancasila. Oleh sebab itu, perilaku budaya demokrasi yang perlu di kembangkan dalam kehidupan sehari-hari adalah hal-hal berikut :
a)     Menjunjung tinggi persamaan, Budaya demokrasi mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki persamaan harkat dan derajat dari sumber yang sama sebagai makhluk ciptaan yangTuhan YME. Oleh sebab itu, dalam kehidupan sehari-hari hendaknya kita mampu membuat dan bertindak untuk menghargai orang lain sebagai wujud kesadaran diri untuk menerima keberagaman dalam masyarakat. Menjunjung tinggi persamaan mengandung makna bahwa kita mau berbagi dan terbuka menerima perbadaan pendapat, kritik dan saran dari orang lain.
b)     Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, Setiap manusia menerima fitrah hak asasi dari Tuhan Yang Maha Esa berupa hak hidup, hak kebebasan, dan hak memiliki sesuatu. Penerapan hak-hak tersebut bukanlah sesuatu yang mutlak tanpa batas. Dalam kehidupan bermasyarakat, ada batas-batas yang harus di hormati bersama berupa hak-hak yang dimiliki orang lain sehingga batasan norma yang berlaku dan di patuhi. Untuk itu, dalam upaya mewujudkan tatanan kehidupan sehari-hari yang bertanggungjawab terhadap Tuhan, diri sendiri, dan orang lain perlu dengan sebaik-baiknya.
c)      Membudayakan sikap yang adil, Salah satu perbuatan mulia yang dapat di wujudkan dalam kehidupan sehari-hari baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain adalah mampu bersikap bijak dan adil. Bijak dan adil dalam makna yang sederhana adalah perbutan yang benar-benar dilakukan dengan perhitungan, mawas diri, mau memahami yang dilakukan orang lain dan proporsional. Masyarakat kita perlu mengembangkan budaya bijak dan adil dalam rangka mewujudkan kehidupan yang saling menghormati harkat dan martabat orang lain, tidak diskriminatif, terbuka, dan menjaga persatuan dan kesatuan lingkungan masyarakat sekitar.
d)     membijaksanakan musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan, mengambil keputusan melalui musyawarah mufakat merupakan salah satu nilai dasar budaya bangsa Indonesia yang sejak lama telah  dipraktikkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam musyawarah mufakat terkandung makna bahwa pada setiap kesempatan yang berhubungan dengan pengambilan keputusan diperlukan kesadaran dan kearifan untuk memutuskan. Untuk itu, sebelum suatu keputusan di terapkan selalu di dahului dengan dialog dan mau mendengar dari berbagai pihak, juga selalu di upayakan untuk memahami terlebih dahulu persoalan-persoalan yang ada. Keputusan dengan musyawarah mufakat akan menghasilkan keputusan yang mampu memuaskan banyak pihak sehingga dapat terhindar dari konflik-konflik vertical maupun horizontal.
e)     Mengutamakan persatuan dan kesatuan nasional, Dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sikap untuk lebih mengutamakan kepentingan orang lain/umum dari kepentingan peribadi yang sangat penting untuk di tumbuhkan. Kesadaran setiap warga Negara untuk mengutamakan persatuan dan kesatuan merupakan wujud cinta terhadap bangsa dan Negara. Kita harus mampu berpikir cerdas dan bekerja keras untuk kepentingan dan kemajuan bangsa dan Negara melalui berbagai bidang kehidupan yang dapat kita lakukan. Makna penting dalam memahami sikap mengutamakan persatuan dan kesatuan adalah bagaimana kita mampu berbuat tanpa pamrih untuk kepentingan bangsa dan Negara, betapa pun yang kita lakukan adalah hal-hal kecil dalam status dan propesi yang kita miiliki.
Adapun beberapa hal yang mencerminkan budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari yaitu :
1.       Menghargai pendapat/saran orang lain,
2.      Bersedia/berbesar hati menerima perbedaan,
3.      Mengembangkan sikap saling percaya dan jujur,
4.      Menghindari sikap provokasi antarindividu/kelompok masyarakat,
5.      Ikut mendukung ketertiban umum,
6.      Menggunakan hak pilih sesuai hati nurani tanpa paksaan,
7.      Mentaati tata tertib dan peraturan per-UU yang berlaku
8.      Mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan,
9.      Menyalurkan aspirasi melalui jalur yang benar,
10.   Merealisasikan asas-asas pemilu yaitu langsung, bebas, umum, rahasia, jujur dan adil.