Rabu, 16 Juli 2014

MACAM-MACAM ADAPTASI DAN RESPONS TERHADAP STRESS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latarbelakang
Jika kita mendengar kata stress pasti sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita. Kata ini sering kali diucapkan ketika seseorang mengalami tekanan atau frustasi dalam kehidupannya, dimana masalah yang dialami tidak dapat diselesaikan. Dan jika seseorang tidak dapat mengatasi atau ,mengadaptasi stresnya maka dapat menimbulkan penyakit. Biasanya banyak orang beranggapan stress merupakan keadaan yang tidak menyenangkan karena dapat membuat seseorang marah, frustasi, terjadinya konflik, pusing, bingung, resah, dan masih banyak lagi. Stress bisa melanda siapa saja, entah itu orang dewasa, remaja maupun anak kecil sekalipun karena stress adalah salah satu gejala psikologis. Tapi apakah orang-orang tahu apakah pengertian dari stress itu sendiri. Menurut Selye stress adalah segala situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu untuk merespons atau melakukan tindakan. Jadi, tidak seorang pun yang mampu menghilangkan stress karena jika dihilangkan sama saja orang tersebut menghancurkan hidupnya. Sebab stress tidak hanya menimbulkan masalah namun juga dapat menjadi motivasi dalam menjalani kehidupan kita.
Nah, untuk mempertahankan tubuh agar tetap seimbang ketika seseorang mengalami stress perlu dilakukan adaptasi. Adaptasi sangatlah penting diperlukan oleh tubuh dalam situasi seseorang mengalami tekanan karena dengan mampunya beradaptasi tubuh akan tetap seimbang. Kemampuan adaptif ini sebagai bentuk dinamik dari keseimbangan internal tubuh. Namun setiap orang akan berbeda dalam prilaku adaptif ada yang dapat berjalan dengan cepat tapi ada juga yang berjalan secara perlahan-lahan. Itu semua tergantung dari kematangan mental orang tersebut. Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme koping dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976, ; Monsen, Floyd dan Brookman, 1992).
Selain saat kita mengalami stress harus mampu beradaptasi, kita juga perlu meresponsnya. Riset klasik yang dilakukan oleh Selye (1946, 1976) telah mengidentifikasi dua respons fisiologis terhadap stress, yaitu Sindrom Adaptasi Lokal (LAS) dan Sindrom Adaptasi Umum (GAS). Respons seseorang terhadap stress dapat berbeda-beda walaupun dihadapkan pada masalah yang sama.
Alasan inilah yang membuat kami ingin menjelaskan mengenai adaptasi dan respons terhadap stress secara lebih spesifik sehingga kita mampu membedakan antara adaptasi dengan respons. Selain itu kita bisa lebih memahami lagi materi mengenai Konsep stress dan Adaptasi.
1.2  Tujuan
1)      Untuk menyelasaikan tugas Dasar-Dasar Keperawatan.
2)      Mampu memahami definisi adaptasi dan respons.
3)      Mampu menjelaskan mengenai macam-macam adaptasi dan respons terhadap stress.
4)      Mampu menjelaskan karakteristik mengenai respons terhadap stress.
5)      Mampu menjelaskan gangguan yang terjadi secara psikofisiologis dalam tubuh.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Definisi
               (1)     Stres
Menurut Selye stress adalah segala situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu untuk merespons atau melakukan tindakan. Definisi tentang stres yang sangat beragam menunjukan bahwa stres bukanlah suatu hal yang sederhana. Salah satu definisi lainnya adalah stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan (Vincent Cornelli, dalamMustamir Pedak, 2007). Kesimpulan dari para ahli tentang stres yaitu stres bisa terjadi karena manusia begitu kuat dalam mengejar keinginannya serta kebutuhannya dengan mengandalkan segala kemampuan dan potensinya.

               (2)     Adaptasi
Suatu cara untuk mengatasi tekanan dari lingkungan sekitar untuk tetap menjaga keseimbangan tubuhnya. Sehingga terjadi perubahan anatomi, fisiologis dan psikologis di dalam diri seseorang sebagai reaksi terhadap stress. Adaptasi pada Stress dapat meliputi :
Ø  Secara Frontal : cara menyesuaikan diri terhadap stress dengan menghadapi rintangan secara sadar realistik, obyektif, dan rasional.
Ø  Menggunakan Mekanisme Defensif yaitu :
1)      Proyeksi : Menyalahkan orang lain
2)      Introversi : Menarik diri
3)      Kegembiraan dan kesibukan
Dengan demikian adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi yang optimal. Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme koping dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976, Monsen, Floyd dan Brookman, 1992). Stresor yang menstimulasi adaptasi mungkin berjangka pendek, seperti demam atau berjangka panjang seperti paralysis dari anggota gerak tubuh. Agar dapat berfungsi optimal, seseorang harus mampu berespons terhadap stressor dan beradaptasi terhadap tuntutan atau perubahan yang dibutuhkan. Sehingga adaptasi membutuhkan respons aktif dari seluruh individu.
               (3)     Respons
Respons berasal dari kata “response” yang berarti jawaban, balasan atau tanggapan. Jadi, respons adalah setiap tingkah laku pada hakekatnya merupakan tanggapan/balasan (respons) terhadap rangsangan/stimulus (Sarlito, 1995). Menurut Steven M. Caffe, respons dibagi menjadi (3) bagian yaitu :
ü  Kognitif à berkaitan dengan pengetahuan keterampilan dan informasi seseorang terhadap sesuatu. Respons ini timbul apabila adanya perubahan terhadap yang dipahami atau dipersepsi oleh banyak orang.
ü  Afektif à berhubungan dengan emosi, sikap dan menilai seseorang terhadap sesuatu. Respons ini timbul ketika ada perubahan yang disenangi oleh banyak orang.
ü  Konatif à berhubungan dengan prilaku nyata yang meliputi tindakan atau perbuatan, oleh karena itu proses perubahan sikap tersebut tergantung pada keselarasan.
2.2  Macam-Macam Adaptasi Terhadap Stress
Adaptasi terhadap stress dapat berupa :
               (1)            Adaptasi Fisiologis
Indikator fisiologis stress adalah objektif, lebih mudah diidentifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun, indikator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang mengalami stress, serta indikator tersebut bervariasi menurut individunya. Tanda-tanda vital biasanya meningkat dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stress. Durasi dan intensitas dari gejala secara langsung berkaitan dengan durasi dan intensitas stressor yang diterima. Indikator fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang stress mencakup pengumpulan data dari semua sistem. Sekarang penyebab utama kematian adalah penyakit yang mencakup stressor gaya hidup.
Indikator fisiologis stress :
v  Tekanan darah meningkat.
v  Peningkatan ketegangan di leher, bahu, punggung.
v  Denyut nadi dan frekwensi pernafasan meningkat.
v  Telapak tangan berkeringat dan kaki dingin.
v  Postur tubuh yang tidak tegap.
v  Keletihan, sakit kepala, gangguan lambung, diare dan suara bernada tinggi.
v  Mual, muntah, nafsu makan berkurang, BB berubah, dsb.
               (2)            Adaptasi Psikologis
Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati perilaku klien. Stress mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara. Ketiga karakteristik ini adalah media terhadap stress, meliputi rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Wiebe dan Williams, 1992 ; Tarstasky, 1993).
Indikator emosional / psikologi dan perilaku stress :
v   Ansietas
v  Depresi, kehilangan motivasi, mudah lupa
v  Kepenatan, kehilangan harga diri
v  Peningkatan penggunaan bahan kimia
v  Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas.
v  Kelelahan mental, perasaan tidak adekuat, dsb.

               (3)            Adaptasi Perkembangan
Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress yang berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan, yang meliputi :
ü  Masa Bayi, mereka mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons koping adaptif yang sehat (Haber et al, 1992).
ü  Anak Usia Sekolah, stress ditunjukkan oleh ketidakmampuann atau ketidakinginan untuk mengembangkan hubungan berteman.
ü  Remaja, mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu yang bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Tanpa sistem pendukung sosial sering menunjukkan peningkatan masalah psikososial (Dubos, 1992).
ü  Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab pekerjaan dan keluarga. Stresor mencakup konflik antara harapan dan realitas.
ü  Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga, menciptakan karier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua mereka. Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus menggantikan kebutuhan pasangan, anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan mereka. Namun dapat timbul stress, jika mereka merasa terlalu banyak tanggung jawab yang membebani mereka.
ü  Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau teman hidup. Usia dewasa tua juga harus menyesuaikan terhadap perubahan penampilan fisik dan fungsi fisiologis. Perubahan besar dalam kehidupan seperti memasuki masa pension juga menegangkan.
               (4)            Adaptasi Sosial Budaya
Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup penggalian bersama klien tentang besarnya, tipe, dan kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan (Reis & Heppner, 1993). Perawat juga harus waspada tentang perbedaan cultural dalam respons stress atau mekanisme koping. Misalnya klien dari suku Afrika-Amerika mungkin lebih menyukai mendapatkan dukungan sosial dari anggota keluarga ketimbang dari bantuan professional (Murata, 1994).
               (5)            Adaptasi Spiritual
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stress dalam banyak cara, tetapi stress dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stress yang berat dapat mengakibatkan kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin memandang stressor sebagai hukuman. Stresor seperti penyakit akut atau kematian dari orang yang disayangi dapat mengganggu makna hidup seseorang dan dapat menyebabkan depresi. Ketika perawatan pada klien yang mengalami gangguan spiritual, perawat tidak boleh menilai kesesuaian perasaan atau praktik keagamaan klien tetapi harus memeriksa bagaimana keyakinan dan nilai telah berubah.
2.3  Macam-Macam Respons Terhadap Stress
Karakteristik Respons stress dapat meliputi :
§  Respons stres adalah alamiah, protektif, dan adaktif.
§  Respons normal terhadap stresor. Stresor yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari meningkatkan ekskresi katekolamin, yang menyebabkan peningkatan dalam frekuensi jantung dan tekanan darah.
§  Stresor fisik dan emosional mencetuskan respons serupa (spesifisitas versus non- spesifitas)
§  Terdapat keterbatasan dalam kemampuan untuk mengompensasi. .
§  Besar dan durasi stres mungkin sedemikian besarnya sehingga mekanisme homeostasis untuk penyesuaian gagal, yang menyebabkan kematian.
§  Pemajanan berulang terhadap stimuli mengakibatkan adaptif yaitu kadar enzim tirosin hidrolase jaringan meningkat, menyebabkan peningkatan kapasitas bagi tubuh untuk menghasilkan nonephineprin dan ephneprin.
§  Terdapat perbedaan individual dalam berespons terhadap stresor yang sama.
Respons patofisiologis terhadap stress dapat dibedakan menjadi (2) yaitu :
               (1)            Komponen Fisiologis
Riset klasik yang dilakukan oleh Selye (1946, 1976) telah mengidentifikasi dua respons fisiologis terhadap stres :
a)      Sindrom Adaptasi Lokal (LAS)
Stres sifatnya universiality (umum) dimana semua orang dapat merasakan stress yang sama, tetapi cara pengungkapannya yang berbeda atau diversity. Sesuai dengan LAS adalah respons dari jaringan, organ, atau bagian tubuh terhadap stres karena trauma, penyakit/perubahan fisiologis lainnya. Respons setempat ini termasuk pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dan respons terhadap tekanan.
LAS mempunyai karakteristik yaitu :
v  Respons yang terjadi adalah setempat. Respons ini tidak melibatkan seluruh sistem tubuh. Dua respons setempat yaitu respons refleks nyeri dan respons inflamasi.
-        Respons refleks nyeri adalah respons setempat dari sistem saraf pusat terhadap nyeri. Respons ini adalah adaptif dan melindungi jaringan dari kerusakan lebih lanjutan.
-        Respons inflamasi distimuli oleh trauma atau infeksi. Respons ini memusatkan inflamasi, sehingga menghambat penyebaran inflamasi dan meningkatkan penyembuhan.
v  Respons adalah adaptif, berarti bahwa stresor diperlukan untuk menstimulasinya.
v  Respons adalah berjangka pendekdan tidak dapat terus menerus.
v  Respons adalah restoratif, berarti bahwa LAS membantu dalam memulihkan homeostasis region atau bagian tubuh.
b)      Sindrom Adaptasi Umum (GAS)
GAS adalah respons fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respons ini melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Beberapa buku menyebutkan GAS sebagai respons neuro-endokrin. GAS terdiri atas reaksi peringatan, tahap resisten dan tahap kehabisan tenaga. GAS diuraikan dalam tiga tahapan berikut :
v  Alarm Reaction (AR)
Selama tahap ini tubuh menyadari penyebab ketegangan dan secara sadar atau tidak sadar dipicu untuk bertindak. Kalau penyebab ketegangan itu cukup keras, tahap ini dapat mengakibatkan kematian. Contohnya adalah luka bakar yang hebat. Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Kadar hormon meningkat untuk meningkatkan volume darah dan dengan demikian menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepaskan untuk meningkatkan kadar glukosa darah untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi. Dengan peningkatan kewaspadaan dan energi mental ini, seseorang disiapkan untuk melawan atau menghindari stressor.
v  State of Resistance (SR)
Tahap ini ditandai oleh penyesuaian dengan penyebab ketegangan. Tubuh melawan reaksi cemas, karena dalam keadaan ini tidak ada orang yang terus menerus dapat bertahan. Tingkat perlawanan tubuh naik di atas normal untuk melawan penyebab ketegangan dengan harapan adanya penyesuaian. Disamping itu perlawanan tubuh terhadap rangsangan selanjutnya meningkat. Jika stress dapat diatasi, tubuh akan memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. Namun, jika stressor tetap terus menetap, seperti pada kehilangan darah terus menerus, penyakit yang melumpuhkan, penyakit mental parah jangka panjang, dan ketidakberhasilan dalam beradaptasi, maka individu memasuki tahap ketiga dari GAS yaitu tahap kehabisan tenaga.
v  State of Exhausthing (SE)
     Kalau tubuh terus menerus dibiarkan menerima penyebab ketegangan, suatu waktu akan mencapai tahap lelah. Gejala-gejala reaksi cemas ini timbul kembali, tetapi kalau penyebab ketegangan tidak disingkirkan, tanda-tanda itu tidak dapat dirubah lagi. Maut akan menyusul, kecuali tubuh memperoleh tehnik untuk menyesuaikan diri atau menemukan jalan baru untuk menguasai situasi yang penuh ketegangan.
               (2)            Komponen Psikologi
Pemajanan terhadap stresor mengakibatkan respons adaptasi psikologis dan fisiologis. Perilaku adaptif psikologis dapat konstruktif atau destruktif. Perilaku konstruktif membantu individu menerima tantangan untuk menyelesaikan konflik. Sedangkan perilaku destruktif mempengaruhi orientasi realitas, kemampuan pemecahan masalah, keperibadian, dan situasi yang sangat berat, kemampuan untuk berfungsi. Perilaku adapatif psikologis juga disebut sebagai mekanisme koping yang dibagi menjadi (2) yaitu :
a.       Taks Oriented Behavior
Perilaku berorientasi tugas mencakup penggunaan kemampuan kognitif untuk mengurangi stress, memecahkan masalah, menyelesaikan konflik dan memenuhi kebutuhan (Stuart & Sundeen, 1991). Perilaku berorientasi tugas memberdayakan seseorang untuk secara realistic menghadapi tuntutan stressor. 
b.      Ego Dependen Mekanisme
Mekanisme pertahanan ego yang pertama kali diuraikan oleh Sigmund Freud adalah perilaku tidak sadar yang memberikan perlindungan psikologis terhadap peristiwa yang menegangkan. Mekanisme ini digunakan oleh setiap orang dan membantu melindungi terhadap perasaan tidak berdaya dan ansietas. Kadang mekanisme pertahanan diri dapat menyimpang dan tidak lagi mampu untuk membantu seseorang dalam mengadaptasi stressor.



BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
               (1)            Kesimpulan dari para ahli tentang stres yaitu stres bisa terjadi karena manusia begitu kuat dalam mengejar keinginannya serta kebutuhannya dengan mengandalkan segala kemampuan dan potensinya. Sehingga diperlukan adaptasi yaitu suatu cara untuk mengatasi tekanan dari lingkungan sekitar untuk tetap menjaga keseimbangan tubuhnya. Dan memberikan respons yaitu setiap tingkah laku pada hakekatnya merupakan tanggapan/balasan terhadap rangsangan/stimulus.
               (2)            Adaptasi terhadap stress dapat dibagi menjadi (5), yaitu adaptasi fisiologis, adaptasi psikologis, adaptasi perkembangan, adaptasi sosial budaya dan adaptasi spiritual.
              (3)            Respons patofisiologis terhadap stress dapat dibedakan menjadi (2), yaitu komponen fisiologis yang meliputi LAS dan GAS, komponen psikologis meliputi mekanisme koping (Taks Oriented Behavior dan Ego Dependen Mecanism).




DAFTAR PUSTAKA