Featured Posts Coolbthemes

Rabu, 16 Juli 2014

MACAM-MACAM ADAPTASI DAN RESPONS TERHADAP STRESS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latarbelakang
Jika kita mendengar kata stress pasti sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita. Kata ini sering kali diucapkan ketika seseorang mengalami tekanan atau frustasi dalam kehidupannya, dimana masalah yang dialami tidak dapat diselesaikan. Dan jika seseorang tidak dapat mengatasi atau ,mengadaptasi stresnya maka dapat menimbulkan penyakit. Biasanya banyak orang beranggapan stress merupakan keadaan yang tidak menyenangkan karena dapat membuat seseorang marah, frustasi, terjadinya konflik, pusing, bingung, resah, dan masih banyak lagi. Stress bisa melanda siapa saja, entah itu orang dewasa, remaja maupun anak kecil sekalipun karena stress adalah salah satu gejala psikologis. Tapi apakah orang-orang tahu apakah pengertian dari stress itu sendiri. Menurut Selye stress adalah segala situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu untuk merespons atau melakukan tindakan. Jadi, tidak seorang pun yang mampu menghilangkan stress karena jika dihilangkan sama saja orang tersebut menghancurkan hidupnya. Sebab stress tidak hanya menimbulkan masalah namun juga dapat menjadi motivasi dalam menjalani kehidupan kita.
Nah, untuk mempertahankan tubuh agar tetap seimbang ketika seseorang mengalami stress perlu dilakukan adaptasi. Adaptasi sangatlah penting diperlukan oleh tubuh dalam situasi seseorang mengalami tekanan karena dengan mampunya beradaptasi tubuh akan tetap seimbang. Kemampuan adaptif ini sebagai bentuk dinamik dari keseimbangan internal tubuh. Namun setiap orang akan berbeda dalam prilaku adaptif ada yang dapat berjalan dengan cepat tapi ada juga yang berjalan secara perlahan-lahan. Itu semua tergantung dari kematangan mental orang tersebut. Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme koping dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976, ; Monsen, Floyd dan Brookman, 1992).
Selain saat kita mengalami stress harus mampu beradaptasi, kita juga perlu meresponsnya. Riset klasik yang dilakukan oleh Selye (1946, 1976) telah mengidentifikasi dua respons fisiologis terhadap stress, yaitu Sindrom Adaptasi Lokal (LAS) dan Sindrom Adaptasi Umum (GAS). Respons seseorang terhadap stress dapat berbeda-beda walaupun dihadapkan pada masalah yang sama.
Alasan inilah yang membuat kami ingin menjelaskan mengenai adaptasi dan respons terhadap stress secara lebih spesifik sehingga kita mampu membedakan antara adaptasi dengan respons. Selain itu kita bisa lebih memahami lagi materi mengenai Konsep stress dan Adaptasi.
1.2  Tujuan
1)      Untuk menyelasaikan tugas Dasar-Dasar Keperawatan.
2)      Mampu memahami definisi adaptasi dan respons.
3)      Mampu menjelaskan mengenai macam-macam adaptasi dan respons terhadap stress.
4)      Mampu menjelaskan karakteristik mengenai respons terhadap stress.
5)      Mampu menjelaskan gangguan yang terjadi secara psikofisiologis dalam tubuh.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Definisi
               (1)     Stres
Menurut Selye stress adalah segala situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu untuk merespons atau melakukan tindakan. Definisi tentang stres yang sangat beragam menunjukan bahwa stres bukanlah suatu hal yang sederhana. Salah satu definisi lainnya adalah stres adalah gangguan pada tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan (Vincent Cornelli, dalamMustamir Pedak, 2007). Kesimpulan dari para ahli tentang stres yaitu stres bisa terjadi karena manusia begitu kuat dalam mengejar keinginannya serta kebutuhannya dengan mengandalkan segala kemampuan dan potensinya.

               (2)     Adaptasi
Suatu cara untuk mengatasi tekanan dari lingkungan sekitar untuk tetap menjaga keseimbangan tubuhnya. Sehingga terjadi perubahan anatomi, fisiologis dan psikologis di dalam diri seseorang sebagai reaksi terhadap stress. Adaptasi pada Stress dapat meliputi :
Ø  Secara Frontal : cara menyesuaikan diri terhadap stress dengan menghadapi rintangan secara sadar realistik, obyektif, dan rasional.
Ø  Menggunakan Mekanisme Defensif yaitu :
1)      Proyeksi : Menyalahkan orang lain
2)      Introversi : Menarik diri
3)      Kegembiraan dan kesibukan
Dengan demikian adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi yang optimal. Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme koping dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976, Monsen, Floyd dan Brookman, 1992). Stresor yang menstimulasi adaptasi mungkin berjangka pendek, seperti demam atau berjangka panjang seperti paralysis dari anggota gerak tubuh. Agar dapat berfungsi optimal, seseorang harus mampu berespons terhadap stressor dan beradaptasi terhadap tuntutan atau perubahan yang dibutuhkan. Sehingga adaptasi membutuhkan respons aktif dari seluruh individu.
               (3)     Respons
Respons berasal dari kata “response” yang berarti jawaban, balasan atau tanggapan. Jadi, respons adalah setiap tingkah laku pada hakekatnya merupakan tanggapan/balasan (respons) terhadap rangsangan/stimulus (Sarlito, 1995). Menurut Steven M. Caffe, respons dibagi menjadi (3) bagian yaitu :
ü  Kognitif à berkaitan dengan pengetahuan keterampilan dan informasi seseorang terhadap sesuatu. Respons ini timbul apabila adanya perubahan terhadap yang dipahami atau dipersepsi oleh banyak orang.
ü  Afektif à berhubungan dengan emosi, sikap dan menilai seseorang terhadap sesuatu. Respons ini timbul ketika ada perubahan yang disenangi oleh banyak orang.
ü  Konatif à berhubungan dengan prilaku nyata yang meliputi tindakan atau perbuatan, oleh karena itu proses perubahan sikap tersebut tergantung pada keselarasan.
2.2  Macam-Macam Adaptasi Terhadap Stress
Adaptasi terhadap stress dapat berupa :
               (1)            Adaptasi Fisiologis
Indikator fisiologis stress adalah objektif, lebih mudah diidentifikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun, indikator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang mengalami stress, serta indikator tersebut bervariasi menurut individunya. Tanda-tanda vital biasanya meningkat dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stress. Durasi dan intensitas dari gejala secara langsung berkaitan dengan durasi dan intensitas stressor yang diterima. Indikator fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang stress mencakup pengumpulan data dari semua sistem. Sekarang penyebab utama kematian adalah penyakit yang mencakup stressor gaya hidup.
Indikator fisiologis stress :
v  Tekanan darah meningkat.
v  Peningkatan ketegangan di leher, bahu, punggung.
v  Denyut nadi dan frekwensi pernafasan meningkat.
v  Telapak tangan berkeringat dan kaki dingin.
v  Postur tubuh yang tidak tegap.
v  Keletihan, sakit kepala, gangguan lambung, diare dan suara bernada tinggi.
v  Mual, muntah, nafsu makan berkurang, BB berubah, dsb.
               (2)            Adaptasi Psikologis
Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati perilaku klien. Stress mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara. Ketiga karakteristik ini adalah media terhadap stress, meliputi rasa kontrol terhadap peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Wiebe dan Williams, 1992 ; Tarstasky, 1993).
Indikator emosional / psikologi dan perilaku stress :
v   Ansietas
v  Depresi, kehilangan motivasi, mudah lupa
v  Kepenatan, kehilangan harga diri
v  Peningkatan penggunaan bahan kimia
v  Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas.
v  Kelelahan mental, perasaan tidak adekuat, dsb.

               (3)            Adaptasi Perkembangan
Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi tugas perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress yang berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan, yang meliputi :
ü  Masa Bayi, mereka mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons koping adaptif yang sehat (Haber et al, 1992).
ü  Anak Usia Sekolah, stress ditunjukkan oleh ketidakmampuann atau ketidakinginan untuk mengembangkan hubungan berteman.
ü  Remaja, mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu yang bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Tanpa sistem pendukung sosial sering menunjukkan peningkatan masalah psikososial (Dubos, 1992).
ü  Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab pekerjaan dan keluarga. Stresor mencakup konflik antara harapan dan realitas.
ü  Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga, menciptakan karier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua mereka. Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus menggantikan kebutuhan pasangan, anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan mereka. Namun dapat timbul stress, jika mereka merasa terlalu banyak tanggung jawab yang membebani mereka.
ü  Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau teman hidup. Usia dewasa tua juga harus menyesuaikan terhadap perubahan penampilan fisik dan fungsi fisiologis. Perubahan besar dalam kehidupan seperti memasuki masa pension juga menegangkan.
               (4)            Adaptasi Sosial Budaya
Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup penggalian bersama klien tentang besarnya, tipe, dan kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan (Reis & Heppner, 1993). Perawat juga harus waspada tentang perbedaan cultural dalam respons stress atau mekanisme koping. Misalnya klien dari suku Afrika-Amerika mungkin lebih menyukai mendapatkan dukungan sosial dari anggota keluarga ketimbang dari bantuan professional (Murata, 1994).
               (5)            Adaptasi Spiritual
Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stress dalam banyak cara, tetapi stress dapat juga bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stress yang berat dapat mengakibatkan kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin memandang stressor sebagai hukuman. Stresor seperti penyakit akut atau kematian dari orang yang disayangi dapat mengganggu makna hidup seseorang dan dapat menyebabkan depresi. Ketika perawatan pada klien yang mengalami gangguan spiritual, perawat tidak boleh menilai kesesuaian perasaan atau praktik keagamaan klien tetapi harus memeriksa bagaimana keyakinan dan nilai telah berubah.
2.3  Macam-Macam Respons Terhadap Stress
Karakteristik Respons stress dapat meliputi :
§  Respons stres adalah alamiah, protektif, dan adaktif.
§  Respons normal terhadap stresor. Stresor yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari meningkatkan ekskresi katekolamin, yang menyebabkan peningkatan dalam frekuensi jantung dan tekanan darah.
§  Stresor fisik dan emosional mencetuskan respons serupa (spesifisitas versus non- spesifitas)
§  Terdapat keterbatasan dalam kemampuan untuk mengompensasi. .
§  Besar dan durasi stres mungkin sedemikian besarnya sehingga mekanisme homeostasis untuk penyesuaian gagal, yang menyebabkan kematian.
§  Pemajanan berulang terhadap stimuli mengakibatkan adaptif yaitu kadar enzim tirosin hidrolase jaringan meningkat, menyebabkan peningkatan kapasitas bagi tubuh untuk menghasilkan nonephineprin dan ephneprin.
§  Terdapat perbedaan individual dalam berespons terhadap stresor yang sama.
Respons patofisiologis terhadap stress dapat dibedakan menjadi (2) yaitu :
               (1)            Komponen Fisiologis
Riset klasik yang dilakukan oleh Selye (1946, 1976) telah mengidentifikasi dua respons fisiologis terhadap stres :
a)      Sindrom Adaptasi Lokal (LAS)
Stres sifatnya universiality (umum) dimana semua orang dapat merasakan stress yang sama, tetapi cara pengungkapannya yang berbeda atau diversity. Sesuai dengan LAS adalah respons dari jaringan, organ, atau bagian tubuh terhadap stres karena trauma, penyakit/perubahan fisiologis lainnya. Respons setempat ini termasuk pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dan respons terhadap tekanan.
LAS mempunyai karakteristik yaitu :
v  Respons yang terjadi adalah setempat. Respons ini tidak melibatkan seluruh sistem tubuh. Dua respons setempat yaitu respons refleks nyeri dan respons inflamasi.
-        Respons refleks nyeri adalah respons setempat dari sistem saraf pusat terhadap nyeri. Respons ini adalah adaptif dan melindungi jaringan dari kerusakan lebih lanjutan.
-        Respons inflamasi distimuli oleh trauma atau infeksi. Respons ini memusatkan inflamasi, sehingga menghambat penyebaran inflamasi dan meningkatkan penyembuhan.
v  Respons adalah adaptif, berarti bahwa stresor diperlukan untuk menstimulasinya.
v  Respons adalah berjangka pendekdan tidak dapat terus menerus.
v  Respons adalah restoratif, berarti bahwa LAS membantu dalam memulihkan homeostasis region atau bagian tubuh.
b)      Sindrom Adaptasi Umum (GAS)
GAS adalah respons fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respons ini melibatkan beberapa sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Beberapa buku menyebutkan GAS sebagai respons neuro-endokrin. GAS terdiri atas reaksi peringatan, tahap resisten dan tahap kehabisan tenaga. GAS diuraikan dalam tiga tahapan berikut :
v  Alarm Reaction (AR)
Selama tahap ini tubuh menyadari penyebab ketegangan dan secara sadar atau tidak sadar dipicu untuk bertindak. Kalau penyebab ketegangan itu cukup keras, tahap ini dapat mengakibatkan kematian. Contohnya adalah luka bakar yang hebat. Reaksi alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Kadar hormon meningkat untuk meningkatkan volume darah dan dengan demikian menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepaskan untuk meningkatkan kadar glukosa darah untuk menyiapkan energi untuk keperluan adaptasi. Dengan peningkatan kewaspadaan dan energi mental ini, seseorang disiapkan untuk melawan atau menghindari stressor.
v  State of Resistance (SR)
Tahap ini ditandai oleh penyesuaian dengan penyebab ketegangan. Tubuh melawan reaksi cemas, karena dalam keadaan ini tidak ada orang yang terus menerus dapat bertahan. Tingkat perlawanan tubuh naik di atas normal untuk melawan penyebab ketegangan dengan harapan adanya penyesuaian. Disamping itu perlawanan tubuh terhadap rangsangan selanjutnya meningkat. Jika stress dapat diatasi, tubuh akan memperbaiki kerusakan yang telah terjadi. Namun, jika stressor tetap terus menetap, seperti pada kehilangan darah terus menerus, penyakit yang melumpuhkan, penyakit mental parah jangka panjang, dan ketidakberhasilan dalam beradaptasi, maka individu memasuki tahap ketiga dari GAS yaitu tahap kehabisan tenaga.
v  State of Exhausthing (SE)
     Kalau tubuh terus menerus dibiarkan menerima penyebab ketegangan, suatu waktu akan mencapai tahap lelah. Gejala-gejala reaksi cemas ini timbul kembali, tetapi kalau penyebab ketegangan tidak disingkirkan, tanda-tanda itu tidak dapat dirubah lagi. Maut akan menyusul, kecuali tubuh memperoleh tehnik untuk menyesuaikan diri atau menemukan jalan baru untuk menguasai situasi yang penuh ketegangan.
               (2)            Komponen Psikologi
Pemajanan terhadap stresor mengakibatkan respons adaptasi psikologis dan fisiologis. Perilaku adaptif psikologis dapat konstruktif atau destruktif. Perilaku konstruktif membantu individu menerima tantangan untuk menyelesaikan konflik. Sedangkan perilaku destruktif mempengaruhi orientasi realitas, kemampuan pemecahan masalah, keperibadian, dan situasi yang sangat berat, kemampuan untuk berfungsi. Perilaku adapatif psikologis juga disebut sebagai mekanisme koping yang dibagi menjadi (2) yaitu :
a.       Taks Oriented Behavior
Perilaku berorientasi tugas mencakup penggunaan kemampuan kognitif untuk mengurangi stress, memecahkan masalah, menyelesaikan konflik dan memenuhi kebutuhan (Stuart & Sundeen, 1991). Perilaku berorientasi tugas memberdayakan seseorang untuk secara realistic menghadapi tuntutan stressor. 
b.      Ego Dependen Mekanisme
Mekanisme pertahanan ego yang pertama kali diuraikan oleh Sigmund Freud adalah perilaku tidak sadar yang memberikan perlindungan psikologis terhadap peristiwa yang menegangkan. Mekanisme ini digunakan oleh setiap orang dan membantu melindungi terhadap perasaan tidak berdaya dan ansietas. Kadang mekanisme pertahanan diri dapat menyimpang dan tidak lagi mampu untuk membantu seseorang dalam mengadaptasi stressor.



BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
               (1)            Kesimpulan dari para ahli tentang stres yaitu stres bisa terjadi karena manusia begitu kuat dalam mengejar keinginannya serta kebutuhannya dengan mengandalkan segala kemampuan dan potensinya. Sehingga diperlukan adaptasi yaitu suatu cara untuk mengatasi tekanan dari lingkungan sekitar untuk tetap menjaga keseimbangan tubuhnya. Dan memberikan respons yaitu setiap tingkah laku pada hakekatnya merupakan tanggapan/balasan terhadap rangsangan/stimulus.
               (2)            Adaptasi terhadap stress dapat dibagi menjadi (5), yaitu adaptasi fisiologis, adaptasi psikologis, adaptasi perkembangan, adaptasi sosial budaya dan adaptasi spiritual.
              (3)            Respons patofisiologis terhadap stress dapat dibedakan menjadi (2), yaitu komponen fisiologis yang meliputi LAS dan GAS, komponen psikologis meliputi mekanisme koping (Taks Oriented Behavior dan Ego Dependen Mecanism).




DAFTAR PUSTAKA










KONSEP MANUSIA DAN KEBUTUHAN DASAR

Tujuan Pembelajaran :
1.      Menjelaskan konsep manusia.
2.      Menjelaskan homeostatis dan homeodinamik.
3.      Menyebutkan konsep kebutuhan dasar manusia.
4.      Menjelaskan ciri kebutuhan dasar manusia.
5.      Menjelaskan faktor yang mempengaruhi kebutuhan dasar manusia.
6.      Menjelaskan pendapat beberapa ahli tentang model kebutuhan dasar manusia.

KONSEP MANUSIA
Secara bahasa, manusia berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Manu dan bahasa Latin, yaitu Mens yang artinya berpikir, berakal budhi. Ditinjau dari (2) sudut pandang dapat dibedakan sebagai makhluk holistik dan sistem.
1)      Manusia sebagai Makhluk Holistik
Manusia merupakan makhluk yang utuh dimana terdiri atau perpaduan dari unsur biologis (tersusun atas sistem organ tubuh yang digunakan untuk mempertahankan hidupnya mulai dari ia lahir, tumbuh dan berkembang, sampai akhirnya meninggal), unsur psikologis (mempunyai struktur kepribadian, tingkah laku sebagai manifestasi kejiwaan dan kemampuan berpikir dan kecerdasan), unsur sosial (perlu hidup bersama dengan orang lain, saling bekerjasama dalam memenuhi kebutuhan dan tuntunan hidup, mudah dipengaruhi kebudayaan, serta dituntut untuk bertingkah laku sesuai dengan harapan dan norma yang ada), unsur spiritual (manusia memiliki keyakinan, pandangan hidup, dan dorongan hidup sejalan dengan keyakinan yang dianutnya).
2)      Manusia sebagai Sistem
Manusia sebagai sistem terdiri dari sistem adaptif (proses perubahan individu sebagai respons terhadap perubahan lingkungan yang dapat mempengaruhi integritas atau keutuhan), sistem personal (memiliki proses persepsi dan tumbuh kembang), sistem interpersonal (dapat berinteraksi, berperan, berkomunikasi dengan orang lain), sistem sosial (memiliki kekuatan dan wewenang dalam pengambilan keputusan di lingkungannya, baik itu dalam keluarga, masyarakat maupun lingkungan pekerjaan).

HOMEOSTATIS DAN HOMEODINAMIK
1)      Homeostatis
Merupakan mekanisme tubuh dalam upaya mempertahankan keseimbangan tubuh untuk menghadapi berbagai kondisi yang dialaminya. Proses homeostatis dapat terjadi jika tubuh mengalami stres, maka secara alamiah tubuh akan melakukan mekanisme mempertahankan diri untuk menjaga kondisi agar tetap seimbang. Homeostatis adalah suatu proses pemeliharaan stabilitas dan adaptasi terhadap kondisi lingkungan sekitar yang terjadi secara terus-menerus.
Homeostatis terdiri dari (2) bagian, yaitu Homeostatis Fisiologis dimana dalam tubuh manusia dapat dikendalikan oleh sistem endokrin dan sistem saraf otonom. Proses homeostatis fisiologi terjadi melalui empat cara beikut :
a)    Pengaturan diri, sistem ini terjadi secara otomatis pada orang yang sehat, contohnya pada proses pengaturan fungsi organ tubuh.
b)   Kompensasi, tubuh akan cenderung bereaksi terhadap ketidaknormalan yang terjadi didalamnya. Misalnya, apabila secara tiba-tiba lingkungan menjadi dingin, maka pembuluh darah perifer akan mengalami kontriksi dan merangsang pembuluh darah bagian dalam untuk meningkatkan kegiatan (menggigil) yang dapat menghasilkan panas sehingga suhu tetap stabil. Contoh lainnya, pelebaran pupil untuk meningkatkan persepsi visual pada saat terjadi ancaman terhadap tubuh.
c)    Umpan balik negatif, proses ini penyimpangan terhadap keadaan normal. Dalam keadaan abnormal, tubuh secara otomatis akan melakukan mekanisme umpan balik untuk menyeimbangkan penyimpangan yang terjadi.
d) Umpan balik untuk mengoreksi ketidakseimbangan fisiologis, contohnya apabila seseorang mengalami hipoksia, akan terjadi proses peningkatan denyut jantung untuk membawa darah dan oksigen yang cukup ke sel tubuh.
Homeostatis Psikologis, berfokus pada keseimbangan emosional dan kesejahteraan mental. Proses ini didapat dari pengalaman hidup dan interaksi dengan orang lain serta dipengaruhi oleh norma dan kultur masyarakat. Contohnya, mekanisme pertahanan diri (menangis, tertawa, berteriak, memukul, mencerca, dan lainnya).
Jadi, proses homeostatis pada intinya adalah keseimbangan dalam tubuh yang dapat digambarkan pada Gambar 1.1 berikut :


2)      Homeodinamik
Merupakan pertukaran energi secara terus-menerus antara manusia dengan lingkungan sekitarnya. Pada proses ini manusia tidak hanya melakukan penyesuaian diri, tetapi terus berinteraksi dengan lingkungan agar mampu mempertahankan hidupnya.
Pada proses homeodinamik bermula dari teori tentang manusia sebagai unit yang merupakan satu kesatuan yang utuh, memiliki karakter yang berbeda-beda, proses hidup yang dinamis, selalu berinteraksi dengan lingkungan yang dapat dipengaruhi dan mempengaruhi, serta memiliki keunikan tersendiri. Ada beberapa prinsip dalam proses homeodinamik yaitu :
a)      Prinsip Integralitas, prinsip utama dalam hubungan antara manusia dengan lingkungan yang tidak dapat dipisahkan. Perubahan proses kehidupan ini terjadi secara terus-menerus karena adanya interaksi manusia dengan lingkungan yang saling mempengaruhi.
b)  Prinsip Resonansi, proses kehidupan manusia selalu berirama dan frekuensinya bervariasi, mengingat manusia memiliki pengalaman beradaptasi dengan lingkungan.
c)      Prinsip Helicy, setiap perubahan dalam proses kehidupan manusia berlangsung perlahan-lahan dan terdapat hubungan antara manusia dan lingkungan.

KONSEP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan.

CIRI KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
Manusia memiliki kebutuhan dasar yang bersifat heterogen. Setiap orang pada dasarnya memiliki kebutuhan yang sama, akan tetapi karena terdapat perbedaan budaya, maka kebutuhan tersebut pun ikut berbeda. Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia menyesuaikan diri dengan mempriolitaskan yang ada. Jika mengalami kegagalan dalam memenuhi kebutuhannya, manusia akan berpikir lebih keras dan bergerak untuk berusaha mendapatkannya.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
(1)   Penyakit
Adanya penyakit dalam tubuh dapat menyebabkan perubahan pemenuhan kebutuhan, baik secara fisiologis maupun psikologis karena beberapa fungsi organ tubuh memerlukan pemenuhan kebutuhan lebih besar dari biasanya.
(2)   Hubungan Keluarga
Hubungan keluarga yang baik akan meningkatkan pemenuhan kebutuhan dasar karena adanya saling percaya, merasakan kesenangan hidup, tidak adanya rasa curiga dan sebagainya.
(3)   Konsep Diri
Konsep diri manusia memiliki peranan dalam pemenuhan kebutuhan dasar karena konsep diri yang positif memberikan makna dan keutuhan bagi seseorang. Orang yang merasa positif akan mudah berubah, mudah mengenali kebutuhan dan mengembangkan cara hidup yang sehat, sehingga mudah memenuhi kebutuhan dasarnya.
(4)   Tahap Perkembangan
Sejalan dengan meningkatnya usia, manusia mengalami perkembangan. Setiap tahap perkembangan pasti memerlukan pemenuhan kebutuhan yang berbeda, baik itu secara biologis, psikologis, sosial maupun spiritual, mengingat berbagai fungsi organ tubuh juga mengalami proses kematangan dengan aktivitas yang berbeda.

PENDAPAT BEBERAPA AHLI TENTANG MODEL KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
(1)   Virginia Henderson
Virginia Henderson (dalam Potter dan Perry, 1997) membagi kebutuhan dasar manusia ke dalam 14 komponen yaitu :
1.      Bernapas secara normal.
2.      Makan dan minum yang cukup.
3.      Eliminasi (BAK dan BAB).
4.      Bergerak dan mempertahankan postur yang dinginkan.
5.      Tidur dan istirahat.
6.      Memilih pakaian yang tepat.
7.      Mempertahankan suhu tubuh dalam kisaran normal dengan menyesuaikan pakaian yang dikenakan dan memodifikasi lingkungan.
8.      Menjaga kebersihan diri dan penampilan.
9.      Menghindari bahaya dari lingkungan dan menghidari membahayakan orang lain.
10.  Berkomunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan emosi, kebutuhan, kekhawatiran dan opini.
11.  Beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan.
12.  Bekerja sedemikian rupa sebagai modal untuk membiayai kebutuhan hidup.
13.  Bemain atau berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi.
14.  Belajar, menemukan, atau memuaskan rasa ingin tahu yang mengarah pada perkembangan yang normal, kesehatan, dan penggunaan fasilitas kesehatan yang tersedia.
(2)   Jean Waston
Jean Waston (dalam B. Talento, 1995) membagi kebutuhan dasar manusia ke dalam dua peringkat utama, yaitu kebutuhan yang tingkatannya lebih rendah dan kebutuhan yang tingkatannya lebih tinggi. Pemenuhan kebutuhan yang tingkatannya lebih rendah tidak selalu membantu upaya kompleks manusia untuk mencapai aktualisasi diri.

(3)   Abraham Maslow
Teori hierarki kebutuhan dasar manusia yang dikemukakan Abraham Maslow (dalam Potter dan Perry, 1997) dapat dikembangkan untuk menjelaskan kebutuhan dasar manusia sebagai berikut :
1.      Kebutuhan Fisiologis
Merupakan kebutuhan paling dasar, seperti kebutuhan fisiologis (oksigen, cairan atau minum, nutrisi atau makan, keseimbangan suhu tubuh, eliminasi, tempat tinggal, istirahat dan tidur, serta kebutuhan seksual.
2.      Kebutuhan Rasa Aman dan Perlindungan
·   Perlindungan fisik, meliputi perlindungan atas ancaman terhadap tubuh atau hidup. Ancaman tersebut dapat berupa penyakit, kecelakaan, bahaya dari lingkungan dan sebagainya.
·      Perlindungan psikologis, yaitu perlindungan atas ancaman dari pengalaman yang baru dan asing. Misalnya, kekhawatiran yang dialami seseorang ketika masuk sekolah pertama kali karena merasa terancam oleh keharusan untuk berinteraksi dengan orang lain dan sebagainya.
3.      Kebutuhan Rasa Cinta serta Rasa Memiliki dan Dimiliki
Meliputi, memberi dan menerima kasih sayang, mendapatkan kehangatan keluarga, memiliki sahabat, diterima oleh kelompok sosial dan sebagainya.
4.      Kebutuhan akan Harga Diri
Kebutuhan ini terkait dengan keinginan untuk mendapatkan kekuatan, meraih prestasi, rasa percaya diri dan kemerdekaan diri. Selain itu juga memerlukan pengakuan dari orang lain.
5.      Kebutuhan Aktualisasi Diri
     Merupakan kebutuhan tertinggi dalam hierarki Maslow, berupa kebutuhan untuk berkontribusi pada orang lain atau lingkungan serta mencapai potensi diri sepenuhnya.

Referensi :
Buku 1 Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan. (A. Aziz Alimul H.)