BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Jika kita mendengar
kata stress pasti sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita. Kata ini
sering kali diucapkan ketika seseorang mengalami tekanan atau frustasi dalam
kehidupannya, dimana masalah yang dialami tidak dapat diselesaikan. Dan jika
seseorang tidak dapat mengatasi atau ,mengadaptasi stresnya maka dapat
menimbulkan penyakit. Biasanya banyak orang beranggapan stress merupakan
keadaan yang tidak menyenangkan karena dapat membuat seseorang marah, frustasi,
terjadinya konflik, pusing, bingung, resah, dan masih banyak lagi. Stress bisa
melanda siapa saja, entah itu orang dewasa, remaja maupun anak kecil sekalipun
karena stress adalah salah satu gejala psikologis. Tapi apakah orang-orang tahu
apakah pengertian dari stress itu sendiri. Menurut Selye stress adalah segala
situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan seorang individu untuk merespons
atau melakukan tindakan. Jadi, tidak seorang pun yang mampu menghilangkan
stress karena jika dihilangkan sama saja orang tersebut menghancurkan hidupnya.
Sebab stress tidak hanya menimbulkan masalah namun juga dapat menjadi motivasi
dalam menjalani kehidupan kita.
Nah, untuk
mempertahankan tubuh agar tetap seimbang ketika seseorang mengalami stress
perlu dilakukan adaptasi. Adaptasi sangatlah penting diperlukan oleh tubuh
dalam situasi seseorang mengalami tekanan karena dengan mampunya beradaptasi
tubuh akan tetap seimbang. Kemampuan adaptif ini sebagai bentuk dinamik dari
keseimbangan internal tubuh. Namun setiap orang akan berbeda dalam prilaku
adaptif ada yang dapat berjalan dengan cepat tapi ada juga yang berjalan secara
perlahan-lahan. Itu semua tergantung dari kematangan mental orang tersebut.
Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme
koping dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi
(Selye, 1976, ; Monsen, Floyd dan Brookman, 1992).
Selain saat kita
mengalami stress harus mampu beradaptasi, kita juga perlu meresponsnya. Riset
klasik yang dilakukan oleh Selye (1946, 1976) telah mengidentifikasi dua respons
fisiologis terhadap stress, yaitu Sindrom Adaptasi Lokal (LAS) dan Sindrom
Adaptasi Umum (GAS). Respons seseorang terhadap stress dapat berbeda-beda
walaupun dihadapkan pada masalah yang sama.
Alasan inilah
yang membuat kami ingin menjelaskan mengenai adaptasi dan respons terhadap
stress secara lebih spesifik sehingga kita mampu membedakan antara adaptasi
dengan respons. Selain itu kita bisa lebih memahami lagi materi mengenai Konsep
stress dan Adaptasi.
1.2 Tujuan
1)
Untuk
menyelasaikan tugas Dasar-Dasar Keperawatan.
2)
Mampu memahami
definisi adaptasi dan respons.
3)
Mampu
menjelaskan mengenai macam-macam adaptasi dan respons terhadap stress.
4)
Mampu
menjelaskan karakteristik mengenai respons terhadap stress.
5)
Mampu
menjelaskan gangguan yang terjadi secara psikofisiologis dalam tubuh.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
(1) Stres
Menurut
Selye stress adalah segala situasi dimana tuntutan non-spesifik mengharuskan
seorang individu untuk merespons atau melakukan tindakan. Definisi tentang
stres yang sangat beragam menunjukan bahwa stres bukanlah suatu hal yang
sederhana. Salah satu definisi lainnya adalah stres adalah gangguan pada tubuh
dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan (Vincent
Cornelli, dalamMustamir Pedak, 2007). Kesimpulan dari para ahli tentang stres
yaitu stres bisa terjadi karena manusia begitu kuat dalam mengejar keinginannya
serta kebutuhannya dengan mengandalkan segala kemampuan dan potensinya.
(2) Adaptasi
Suatu cara untuk mengatasi tekanan dari lingkungan
sekitar untuk tetap menjaga keseimbangan tubuhnya. Sehingga terjadi perubahan
anatomi, fisiologis dan psikologis di dalam diri seseorang sebagai reaksi
terhadap stress. Adaptasi pada Stress dapat meliputi :
Ø Secara Frontal : cara menyesuaikan diri terhadap
stress dengan menghadapi rintangan secara sadar realistik, obyektif, dan
rasional.
Ø Menggunakan Mekanisme Defensif yaitu :
1)
Proyeksi :
Menyalahkan orang lain
2)
Introversi :
Menarik diri
3)
Kegembiraan dan
kesibukan
Dengan demikian
adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi yang optimal. Adaptasi
melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan, mekanisme koping dan
idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau penguasaan situasi (Selye, 1976, Monsen,
Floyd dan Brookman, 1992). Stresor yang menstimulasi adaptasi mungkin berjangka
pendek, seperti demam atau berjangka panjang seperti paralysis dari anggota
gerak tubuh. Agar dapat berfungsi optimal, seseorang harus mampu berespons
terhadap stressor dan beradaptasi terhadap tuntutan atau perubahan yang
dibutuhkan. Sehingga adaptasi membutuhkan respons aktif dari seluruh individu.
(3) Respons
Respons berasal dari kata “response” yang berarti
jawaban, balasan atau tanggapan. Jadi, respons adalah setiap tingkah laku pada
hakekatnya merupakan tanggapan/balasan (respons) terhadap rangsangan/stimulus
(Sarlito, 1995). Menurut Steven M. Caffe, respons dibagi menjadi (3) bagian
yaitu :
ü Kognitif à berkaitan dengan pengetahuan keterampilan dan
informasi seseorang terhadap sesuatu. Respons ini timbul apabila adanya
perubahan terhadap yang dipahami atau dipersepsi oleh banyak orang.
ü Afektif à berhubungan dengan emosi, sikap dan menilai
seseorang terhadap sesuatu. Respons ini timbul ketika ada perubahan yang
disenangi oleh banyak orang.
ü Konatif à berhubungan dengan prilaku nyata yang meliputi
tindakan atau perbuatan, oleh karena itu proses perubahan sikap tersebut
tergantung pada keselarasan.
2.2 Macam-Macam
Adaptasi Terhadap Stress
Adaptasi
terhadap stress dapat berupa :
(1)
Adaptasi Fisiologis
Indikator fisiologis
stress adalah objektif, lebih mudah diidentifikasi dan secara umum dapat
diamati atau diukur. Namun, indikator ini tidak selalu teramati sepanjang waktu
pada semua klien yang mengalami stress, serta indikator tersebut bervariasi
menurut individunya. Tanda-tanda vital biasanya meningkat dan klien mungkin
tampak gelisah dan tidak mampu untuk beristirahat. Indikator ini dapat timbul
sepanjang tahap stress. Durasi dan intensitas dari gejala secara langsung
berkaitan dengan durasi dan intensitas stressor yang diterima. Indikator
fisiologis timbul dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang
stress mencakup pengumpulan data dari semua sistem. Sekarang penyebab utama
kematian adalah penyakit yang mencakup stressor gaya hidup.
Indikator fisiologis stress :
Indikator fisiologis stress :
v Tekanan
darah meningkat.
v Peningkatan
ketegangan di leher, bahu, punggung.
v Denyut
nadi dan frekwensi pernafasan meningkat.
v Telapak
tangan berkeringat dan kaki dingin.
v Postur
tubuh yang tidak tegap.
v Keletihan,
sakit kepala, gangguan lambung, diare dan suara bernada tinggi.
v Mual,
muntah, nafsu makan berkurang, BB berubah, dsb.
(2)
Adaptasi Psikologis
Emosi kadang dikaji
secara langsung atau tidak langsung dengan mengamati perilaku klien. Stress
mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam berbagai cara. Ketiga karakteristik
ini adalah media terhadap stress, meliputi rasa kontrol terhadap peristiwa
kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan antisipasi dari
tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Wiebe dan Williams, 1992
; Tarstasky, 1993).
Indikator emosional /
psikologi dan perilaku stress :
v Ansietas
v Depresi,
kehilangan motivasi, mudah lupa
v Kepenatan,
kehilangan harga diri
v Peningkatan
penggunaan bahan kimia
v Perubahan
dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas.
v Kelelahan
mental, perasaan tidak adekuat, dsb.
(3)
Adaptasi Perkembangan
Stres yang
berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan untuk menyelesaikan tugas
perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan, seseorang biasanya menghadapi
tugas perkembangan dan menunjukkan karakteristik perilaku dari tahap
perkembangan tersebut. Stress yang berkepanjangan dapat mengganggu atau
menghambat kelancaran menyelesaikan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk
yang ekstrem, stress yang berkepanjangan dapat mengarah pada krisis
pendewasaan, yang meliputi :
ü Masa
Bayi, mereka mampu mengembangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya
belajar respons koping adaptif yang sehat (Haber et al, 1992).
ü Anak
Usia Sekolah, stress ditunjukkan oleh ketidakmampuann atau ketidakinginan untuk
mengembangkan hubungan berteman.
ü Remaja,
mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada waktu yang bersamaan perlu
diterima oleh teman sebaya. Tanpa sistem pendukung sosial sering menunjukkan
peningkatan masalah psikososial (Dubos, 1992).
ü Dewasa
muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke tanggung jawab orang
dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung jawab pekerjaan dan keluarga.
Stresor mencakup konflik antara harapan dan realitas.
ü Usia
setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga, menciptakan karier
yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua mereka. Mereka biasanya dapat
mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus menggantikan kebutuhan pasangan,
anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan mereka. Namun dapat timbul stress,
jika mereka merasa terlalu banyak tanggung jawab yang membebani mereka.
ü Usia
lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam keluarga dan
kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau teman hidup. Usia dewasa tua
juga harus menyesuaikan terhadap perubahan penampilan fisik dan fungsi
fisiologis. Perubahan besar dalam kehidupan seperti memasuki masa pension juga
menegangkan.
(4)
Adaptasi Sosial Budaya
Mengkaji stressor dan
sumber koping dalam dimensi sosial mencakup penggalian bersama klien tentang
besarnya, tipe, dan kualitas dari interaksi sosial yang ada. Stresor pada
keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang mempengaruhi klien atau keluarga
secara keseluruhan (Reis & Heppner, 1993). Perawat juga harus waspada
tentang perbedaan cultural dalam respons stress atau mekanisme koping. Misalnya
klien dari suku Afrika-Amerika mungkin lebih menyukai mendapatkan dukungan
sosial dari anggota keluarga ketimbang dari bantuan professional (Murata,
1994).
(5)
Adaptasi Spiritual
Orang menggunakan sumber spiritual
untuk mengadaptasi stress dalam banyak cara, tetapi stress dapat juga
bermanifestasi dalam dimensi spiritual. Stress yang berat dapat mengakibatkan
kemarahan pada Tuhan, atau individu mungkin memandang stressor sebagai hukuman.
Stresor seperti penyakit akut atau kematian dari orang yang disayangi dapat
mengganggu makna hidup seseorang dan dapat menyebabkan depresi. Ketika
perawatan pada klien yang mengalami gangguan spiritual, perawat tidak boleh
menilai kesesuaian perasaan atau praktik keagamaan klien tetapi harus memeriksa
bagaimana keyakinan dan nilai telah berubah.
2.3 Macam-Macam Respons Terhadap Stress
Karakteristik
Respons stress dapat meliputi :
§ Respons
stres adalah alamiah, protektif, dan adaktif.
§ Respons
normal terhadap stresor. Stresor yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari
meningkatkan ekskresi katekolamin, yang menyebabkan peningkatan dalam frekuensi
jantung dan tekanan darah.
§ Stresor
fisik dan emosional mencetuskan respons serupa (spesifisitas versus non-
spesifitas)
§ Terdapat
keterbatasan dalam kemampuan untuk mengompensasi. .
§ Besar
dan durasi stres mungkin sedemikian besarnya sehingga mekanisme homeostasis
untuk penyesuaian gagal, yang menyebabkan kematian.
§ Pemajanan
berulang terhadap stimuli mengakibatkan adaptif yaitu kadar enzim tirosin
hidrolase jaringan meningkat, menyebabkan peningkatan kapasitas bagi tubuh
untuk menghasilkan nonephineprin dan ephneprin.
§ Terdapat
perbedaan individual dalam berespons terhadap stresor yang sama.
Respons
patofisiologis terhadap stress dapat dibedakan menjadi (2) yaitu :
(1)
Komponen Fisiologis
Riset klasik yang
dilakukan oleh Selye (1946, 1976) telah mengidentifikasi dua respons fisiologis
terhadap stres :
a) Sindrom
Adaptasi Lokal (LAS)
Stres sifatnya
universiality (umum) dimana semua orang dapat merasakan stress yang sama,
tetapi cara pengungkapannya yang berbeda atau diversity. Sesuai dengan LAS
adalah respons dari jaringan, organ, atau bagian tubuh terhadap stres karena
trauma, penyakit/perubahan fisiologis lainnya. Respons setempat ini termasuk
pembekuan darah, penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dan respons
terhadap tekanan.
LAS mempunyai
karakteristik yaitu :
v Respons
yang terjadi adalah setempat. Respons ini tidak melibatkan seluruh sistem
tubuh. Dua respons setempat yaitu respons refleks nyeri dan respons inflamasi.
-
Respons refleks nyeri adalah respons
setempat dari sistem saraf pusat terhadap nyeri. Respons ini adalah adaptif dan
melindungi jaringan dari kerusakan lebih lanjutan.
-
Respons inflamasi distimuli oleh trauma
atau infeksi. Respons ini memusatkan inflamasi, sehingga menghambat penyebaran
inflamasi dan meningkatkan penyembuhan.
v Respons
adalah adaptif, berarti bahwa stresor diperlukan untuk menstimulasinya.
v Respons
adalah berjangka pendekdan tidak dapat terus menerus.
v Respons
adalah restoratif, berarti bahwa LAS membantu dalam memulihkan homeostasis
region atau bagian tubuh.
b) Sindrom
Adaptasi Umum (GAS)
GAS adalah respons
fisiologis dari seluruh tubuh terhadap stress. Respons ini melibatkan beberapa
sistem tubuh, terutama sistem saraf otonom dan sistem endokrin. Beberapa buku
menyebutkan GAS sebagai respons neuro-endokrin. GAS terdiri atas reaksi
peringatan, tahap resisten dan tahap kehabisan tenaga. GAS diuraikan dalam tiga
tahapan berikut :
v Alarm
Reaction (AR)
Selama tahap ini tubuh
menyadari penyebab ketegangan dan secara sadar atau tidak sadar dipicu untuk
bertindak. Kalau penyebab ketegangan itu cukup keras, tahap ini dapat
mengakibatkan kematian. Contohnya adalah luka bakar yang hebat. Reaksi alarm
melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk
menghadapi stressor. Kadar hormon meningkat untuk meningkatkan volume darah dan
dengan demikian menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepaskan
untuk meningkatkan kadar glukosa darah untuk menyiapkan energi untuk keperluan
adaptasi. Dengan peningkatan kewaspadaan dan energi mental ini, seseorang
disiapkan untuk melawan atau menghindari stressor.
v State
of Resistance (SR)
Tahap ini ditandai oleh
penyesuaian dengan penyebab ketegangan. Tubuh melawan reaksi cemas, karena
dalam keadaan ini tidak ada orang yang terus menerus dapat bertahan. Tingkat
perlawanan tubuh naik di atas normal untuk melawan penyebab ketegangan dengan
harapan adanya penyesuaian. Disamping itu perlawanan tubuh terhadap rangsangan
selanjutnya meningkat. Jika stress dapat diatasi, tubuh akan memperbaiki
kerusakan yang telah terjadi. Namun, jika stressor tetap terus menetap, seperti
pada kehilangan darah terus menerus, penyakit yang melumpuhkan, penyakit mental
parah jangka panjang, dan ketidakberhasilan dalam beradaptasi, maka individu
memasuki tahap ketiga dari GAS yaitu tahap kehabisan tenaga.
v State
of Exhausthing (SE)
Kalau tubuh terus menerus dibiarkan menerima
penyebab ketegangan, suatu waktu akan mencapai tahap lelah. Gejala-gejala
reaksi cemas ini timbul kembali, tetapi kalau penyebab ketegangan tidak
disingkirkan, tanda-tanda itu tidak dapat dirubah lagi. Maut akan menyusul,
kecuali tubuh memperoleh tehnik untuk menyesuaikan diri atau menemukan jalan
baru untuk menguasai situasi yang penuh ketegangan.
(2)
Komponen Psikologi
Pemajanan terhadap stresor mengakibatkan respons
adaptasi psikologis dan fisiologis. Perilaku adaptif psikologis dapat
konstruktif atau destruktif. Perilaku konstruktif membantu individu menerima
tantangan untuk menyelesaikan konflik. Sedangkan perilaku destruktif
mempengaruhi orientasi realitas, kemampuan pemecahan masalah, keperibadian, dan
situasi yang sangat berat, kemampuan untuk berfungsi. Perilaku adapatif
psikologis juga disebut sebagai mekanisme koping yang dibagi menjadi (2) yaitu
:
a. Taks
Oriented Behavior
Perilaku berorientasi tugas mencakup penggunaan
kemampuan kognitif untuk mengurangi stress, memecahkan masalah, menyelesaikan
konflik dan memenuhi kebutuhan (Stuart & Sundeen, 1991). Perilaku berorientasi
tugas memberdayakan seseorang untuk secara realistic menghadapi tuntutan
stressor.
b. Ego
Dependen Mekanisme
Mekanisme pertahanan ego yang pertama kali diuraikan
oleh Sigmund Freud adalah perilaku tidak sadar yang memberikan perlindungan
psikologis terhadap peristiwa yang menegangkan. Mekanisme ini digunakan oleh
setiap orang dan membantu melindungi terhadap perasaan tidak berdaya dan
ansietas. Kadang mekanisme pertahanan diri dapat menyimpang dan tidak lagi
mampu untuk membantu seseorang dalam mengadaptasi stressor.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
(1)
Kesimpulan dari
para ahli tentang stres yaitu stres bisa terjadi karena manusia begitu kuat
dalam mengejar keinginannya serta kebutuhannya dengan mengandalkan segala
kemampuan dan potensinya. Sehingga diperlukan adaptasi yaitu suatu cara untuk
mengatasi tekanan dari lingkungan sekitar untuk tetap menjaga keseimbangan
tubuhnya. Dan memberikan respons yaitu setiap tingkah laku pada hakekatnya
merupakan tanggapan/balasan terhadap rangsangan/stimulus.
(2)
Adaptasi terhadap
stress dapat dibagi menjadi (5), yaitu adaptasi fisiologis, adaptasi
psikologis, adaptasi perkembangan, adaptasi sosial budaya dan adaptasi
spiritual.
(3)
Respons patofisiologis terhadap stress
dapat dibedakan menjadi (2), yaitu komponen fisiologis yang meliputi LAS dan
GAS, komponen psikologis meliputi mekanisme koping (Taks Oriented Behavior dan
Ego Dependen Mecanism).
DAFTAR PUSTAKA
(1) Erika, Janny. 2011. Adaptasi. Dalam http://jannyerika-mkes.blogspot.com/2011/06/adaptasi.html
diakses 23 Januari 2013.
(3) http://wwwnursekep.blogspot.com/2011/12/makalah-stress-dan-adaptasi.html diakses 23
Januari 2013.
(4) Inside, Bayu. 2010. Stress dan Adaptasi. Dalam http://bayu-inside.blogspot.com/2011/10/stres-dan-adaptasi.html
diakses 23 Januari 2013.